Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Berkaca dari krisis moneter yang dialami oleh negeri ini di tahun 1998 silam, UMKM terbukti relatif mampu bertahan dan terus berkembang membantu jalannya perekonomian. Terakhir, ancaman krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, ternyata justru juga mendorong UMKM menggeliat dan terus menjaga perekonomian tetap berjalan.
Apakah bisnis Anda salah satunya? Simak definisi, karakteristik, peran, tantangan, dan peluang UMKM dalam membantu jalannya roda perekonomian di Indonesia.
Definisi UMKM
UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Menurut undang-undang tersebut, definisi UMKM adalah: “Sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.”
Secara umum, UMKM merujuk pada jenis usaha yang memiliki ciri-ciri seperti:
- Skala usaha yang relatif kecil dan memiliki jumlah karyawan terbatas (relatif sedikit).
- Pemilik usaha memiliki kontrol penuh atas bisnisnya dan berpartisipasi secara langsung dalam operasional bisnis.
- Berdiri secara mandiri dan biasanya dimiliki oleh satu atau beberapa orang dengan modal terbatas.
- Cenderung menggunakan tenaga kerja lokal dan sumber daya lokal.
- Memiliki proses produksi yang sederhana dan tidak kompleks.
- Tidak memerlukan modal besar untuk memulai dan mengembangkan usaha.
Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:
- Usaha Kecil sektor informal seperti pedagang kaki lima dan penjual di pasar.
- Usaha Kecil Mikro adalah para UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin namun kurang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan usahanya.
- Usaha Kecil Dinamis adalah kelompok UMKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan sub-kontrak) dan ekspor.
- Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan yang cakap dan telah siap bertransformasi menjadi usaha besar.
Pengelompokkan UMKM menurut Bank Dunia
Bank Dunia (World Bank) secara spesifik membagi Usaha Kecil (Small Business) menjadi 3 kelompok ini:
- Usaha Mikro (Memiliki jumlah karyawan hingga 10 orang)
- Usaha Kecil (Memiliki jumlah karyawan hingga 30 orang)
- Usaha Menengah (Memiliki jumlah karyawan hingga 300 orang)
Kriteria UMKM berdasarkan Aset dan Omset
Menurut Bank Indonesia dalam “Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)” yang diterbitkan pada tahun 2015, berdasarkan besaran aset dan omset, kriteria UMKM dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Usaha Mikro:
- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
- Usaha Kecil:
- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
- Usaha Menengah:
- Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Kriteria UMKM berdasarkan Aset dan Omset
Ukuran Usaha | Aset | Omset |
---|---|---|
Usaha Mikro | maks. Rp 50 juta | maks. Rp 300 juta |
Usaha Kecil | Rp50 juta – Rp500 juta | >Rp300 juta –Rp2,5 miliar |
Usaha Menengah | Rp500 juta – Rp10 miliar | Rp2,5 miliar– Rp50 miliar |
Kriteria UMKM berdasarkan Modal Usaha dan Penjualan
Tahun 2021, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan baru yang juga mengatur kriteria UMKM; Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam isinya, kriteria UMKM berdasarkan modal usaha dan penjualan adalah sebagai berikut:
- Usaha Mikro:
- Memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 2.000.000.000 (2 miliar rupiah).
- Usaha Kecil:
- Memiliki modal usaha lebih dari Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.000.000.000 (2 miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).
- Usaha Menengah:
- Memiliki modal usaha lebih dari Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).
Kriteria UMKM berdasarkan Modal Usaha dan Penjualan
Ukuran Usaha | Modal | Penjualan |
---|---|---|
Usaha Mikro | maks. Rp 50 juta | maks. Rp 300 juta |
Usaha Kecil | Rp50 juta – Rp500 juta | >Rp300 juta –Rp2,5 miliar |
Usaha Menengah | Rp500 juta – Rp10 miliar | Rp2,5 miliar– Rp50 miliar |
Karakteristik UMKM
Menurut “Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)” yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tahun 2015 silam, karakteristik dari UMKM secara umum adalah sebagai berikut:
- Usaha Mikro:
- Jenis barang/komoditi tidak selalu tetap; sewaktu-waktu dapat berganti.
- Tempat usahanya tidak selalu menetap; sewaktu-waktu dapat pindah tempat.
- Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun.
- Tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.
- Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.
- Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.
- Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian sudah akses ke lembaga keuangan non bank.
- Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
- Contoh: Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.
- Usaha Kecil:
- Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.
- Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah- pindah.
- Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana.
- Keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga.
- Sudah membuat neraca usaha.
- Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
- Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha.
- Sebagian sudah akses ke perbankan dalam keperluan modal. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
- Contoh: Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
- Usaha Menengah:
- Memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.
- Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan.
- Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan.
- Sudah memiliki persyaratan legalitas antara lain izin tetangga. Sudah memiliki akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan.
- Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
- Contoh: Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.
Peran UMKM di Indonesia
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2021, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.
Berikut adalah beberapa peran UMKM di Indonesia:
- Mendorong Pertumbuhan Ekonomi:
UMKM memberikan kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019, UMKM menyumbang 61,10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. - Penciptaan Lapangan Kerja:
UMKM merupakan salah satu sumber utama penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Dengan jumlah usaha yang sangat banyak, UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. - Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat:
UMKM juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang. UMKM dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat setempat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. - Memperkuat Ketahanan Ekonomi:
Ketergantungan terhadap sektor ekonomi tertentu dapat menjadi ancaman bagi ketahanan ekonomi suatu negara. UMKM dapat membantu mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional. - Mendorong Kreativitas dan Inovasi:
UMKM seringkali dijalankan oleh individu atau kelompok kecil, sehingga lebih fleksibel dalam mengadopsi teknologi dan menciptakan produk atau layanan yang inovatif. Hal ini mendorong kreativitas dan inovasi di kalangan pengusaha UMKM. - Meningkatkan Pemerataan Pembangunan:
UMKM dapat membantu meningkatkan pemerataan pembangunan antar wilayah. Dengan adanya UMKM yang tersebar di berbagai wilayah, pemerataan pembangunan dapat tercapai dengan lebih baik. - Meningkatkan Ekspor dan Pemasukan Devisa:
UMKM juga memainkan peranan penting dalam meningkatkan ekspor dan penerimaan devisa negara. Nilai ekspor non-migas dari UMKM tercatat sebesar Rp 339,2 triliun pada 2019. Nilai tersebut naik 15,43% dibandingkan pada 2018 yang sebesar Rp 293,8 triliun (sumber: katadata). Pada tahun 2021, jumlah kontribusi ekspor dari UMKM naik menjadi 15,69% (sumber: ekon.go.id)
Tantangan yang dihadapi UMKM Indonesia
Meskipun UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Contoh tantangan-tantangan yang sering dihadapi oleh UMKM Indonesia adalah:
- Keterbatasan modal dan akses ke pembiayaan:
Sebagian besar UMKM masih sering menemui kesulitan dalam memperoleh modal dan pembiayaan yang cukup untuk memperluas usaha. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya jaminan yang diperlukan oleh lembaga keuangan, ketidaktahuan tentang cara mengajukan pinjaman, kurangnya pengalaman dalam mengelola keuangan, atau bahkan dari sisi lokasi dan infrastruktur wilayah UMKM tersebut. - Infrastruktur yang kurang memadai:
Infrastruktur yang kurang memadai seperti jalan, listrik, dan akses internet yang tidak stabil dan mahal dapat menjadi hambatan dalam menjalankan bisnis UMKM, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau. - Keterbatasan keterampilan dan pengalaman:
Mayoritas UMKM di Indonesia memiliki keterbatasan dalam hal keterampilan manajemen dan pengalaman dalam menjalankan bisnis mereka, terutama dalam menghadapi persaingan global dan perubahan teknologi. Banyak pemilik UMKM memiliki keterbatasan dalam hal pengelolaan usaha dan kurang memiliki sumber daya manusia yang terlatih. - Rendahnya produktivitas dan kualitas produk:
Tingkat produktivitas dan kualitas produk UMKM di Indonesia masih rendah, yang memengaruhi daya saing dan akses pasar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pada inovasi dan teknologi dalam produksi, serta kurangnya pengawasan mutu produk. - Peraturan yang rumit:
UMKM di Indonesia juga menghadapi tantangan dari peraturan dan birokrasi yang kompleks. Hal ini bisa membuat proses perizinan, pajak, dan regulasi lainnya menjadi lebih sulit dan memakan waktu, yang akhirnya bisa menghambat pertumbuhan usaha. Ini yang sedang dibenahi oleh pemerintah selama 2 periode pemerintahan terakhir ini. - Kurangnya akses pasar:
UMKM seringkali menghadapi masalah dalam meningkatkan daya saing produk dan jangkauan pasar karena terbatasnya pengetahuan, modal, dan sumber daya. Terutama UMKM yang berlokasi jauh dari kota besar. - Persaingan yang semakin ketat:
Dalam beberapa tahun terakhir, persaingan di pasar telah semakin ketat, baik dari pesaing lokal maupun internasional. Ini dapat menjadi tantangan bagi UMKM yang harus menghadapi biaya produksi yang tinggi dan kurangnya daya saing. Ditambah lagi dengan masuknya produk-produk impor dan adanya persaingan dari UMKM yang lebih besar, sehingga seringkali, membuat UMKM kecil kesulitan dalam mengakses pasar yang lebih luas. - Perkembangan teknologi dan perubahan kebiasaan konsumen:
Perkembangan teknologi dan perubahan kebiasaan konsumen yang cepat dapat menjadi tantangan bagi UMKM dalam mengikuti perkembangan tersebut. UMKM harus dapat cepat beradaptasi dan menggunakan teknologi baru untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan efisiensi bisnis mereka. UMKM kecil biasanya akan kalah bersaing dengan UMKM besar dalam hal ini.
Dalam rangka mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, lembaga keuangan, lembaga pendidikan dan pelatihan, serta masyarakat luas.
Upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan dengan meningkatkan akses pendanaan, memberikan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan, memperbaiki kualitas produk dan produktivitas, serta memberikan dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan lembaga terkait.
Tantangan-tantangan ini tidaklah mudah untuk diatasi, tetapi dengan kemauan yang kuat, kerja keras, dan dukungan dari berbagai pihak, UMKM dapat membangun dan mengembangkan usaha mereka serta memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Peluang UMKM Indonesia
Selepas dari Pandemi Covid-19, peluang UMKM Indonesia semakin terbuka lebar dengan adanya beberapa faktor yang mendukung. Faktor-faktor tersebut, diantaranya adalah:
- Peningkatan konsumsi masyarakat:
Peningkatan konsumsi masyarakat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama tahun 2023 ini. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat 4,54 persen secara tahunan, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan keempat 2022 yang sebesar 4,48 persen. Konsumsi rumah tangga yang tinggi inilah yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun ini yang sebesar 5,03 persen. (sumber: Kompas – Tingkat Konsumsi Masyarakat Menguat) - Peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen:
Menurut Survei Konsumen Januari 2023 yang dilakukan oleh Bank Indonesia, optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat. Hal ini terindikasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2023 sebesar 123,0, lebih tinggi dibandingkan 119,9 pada Desember 2022 dan 119,6 pada Januari 2022. Meningkatnya optimisme konsumen pada Januari 2023 didorong oleh peningkatan ekspektasi konsumen terhadap ekonomi ke depan yang tecermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 133,9, lebih tinggi dari 127,3 pada bulan sebelumnya.
Tren peningkatan ini terus terjadi pada bulan April 2023, menurut Survei Konsumen April 2023, Indeks Keyakinan Konsumen meningkat sebesar 126,1; lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Maret 2023 yang sebesar 123,3. - Kebijakan Pemerintah:
Sejak beberapa tahun ini, Pemerintah Indonesia sangat aktif dalam mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung pertumbuhan UMKM. Beberapa kebijakan seperti;- Kemudahan ijin berusaha,
- Penerbitan PP Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur Tarif PPh Final sebesar 0,5% dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, termasuk Perseroan (PT) Perorangan, yang omzet-nya tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak,
- Peningkatan penyaluran dan alokasi dana untuk KUR (Kredit Usaha Rakyat) bagi UMKM,
- Perkembangan Teknologi:
Perkembangan teknologi, terutama teknologi digital, dapat sangat membantu banyak aspek operasional dan pemasaran dari UMKM. Perkembangan media sosial, keberadaan marketplace dan layanan pesan-antar, mempermudah proses UMKM untuk memasarkan dan menjangkau pasar yang lebih luas. Pemerintah bahkan memiliki agenda besar untuk transformasi digital UMKM dalam program digitalisasi UMKM yang dituangkan dalam UU Cipta Kerja.
Hadirnya ChatGPT yang memicu kemunculan tools-tools AI lainnya sangat membantu banyak aspek internal dan operasional UMKM (Baca: Cara Kerja dan Panduan Penggunaan ChatGPT). ChatGPT dan tools-tools berbasis Artificial Inteligence lainnya dapat membantu UMKM dalam (1) meningkatkan produktivitas kerja, (2) mengurangi biaya overhead dalam bisnis, dan juga (3) mempercepat proses scale-up bisnis UMKM.
Penutup
Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah terbukti menjadi instrumen yang penting dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah berbagai guncangan krisis. Kontribusi sektor UMKM tidak dapat dipandang sebelah mata, terutama dalam hal meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap tenaga kerja.
Di era yang semakin digital dan global, UMKM menjadi salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Hadirnya berbagai platform digital seperti e-commerce, marketplace, social media, bahkan layanan pesan-antar, turut membuka peluang baru bagi UMKM untuk mengakses pasar yang lebih luas dengan biaya yang lebih terjangkau dan efektif.
Kemampuan UMKM dalam mengadopsi teknologi digital tidak lepas dari tantangan yang harus dihadapi, seperti keterbatasan akses teknologi, keamanan data, dan kurangnya pengetahuan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah dan berbagai lembaga terkait terus berupaya memberikan pendampingan dan pelatihan teknologi digital bagi UMKM dan membuka lebar akses internet, sehingga mereka dapat terus berkembang dan berkontribusi dalam perekonomian Indonesia yang semakin digital dan global.